
Sydney-Australia, 10 Desember 2025 – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk memimpin pembentukan standar global keselamatan anak di ruang digital.
Pernyataan itu disampaikan Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Fifi Aleyda Yahya, mewakili Menteri Komdigi dalam forum internasional The Sydney Dialogue 2025 yang digelar di Sydney, Australia. Forum tersebut membahas keamanan teknologi dan tata kelola ruang digital global.
Dalam sesi utama bertema Keeping Our Citizens Safe Online, Fifi menyampaikan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak dalam Sistem Elektronik (PP TUNAS) menjadi langkah konkret Indonesia untuk menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan ramah bagi anak-anak.
“PP TUNAS menunjukkan bahwa kepemimpinan modern diukur dari tindakan kebijakan, bukan sekadar pernyataan. Transformasi digital harus tumbuh bersama keamanan dan kesejahteraan anak,” ujar Fifi di hadapan para peserta forum.
Regulasi Komprehensif Kedua di Dunia
Indonesia kini menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang memiliki aturan komprehensif untuk melindungi anak di dunia digital. Namun cakupan PP TUNAS dinilai lebih luas karena mencakup seluruh platform digital dan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), bukan hanya media sosial.
PP TUNAS mewajibkan setiap platform menerapkan prinsip safety-by-design, dengan menilai tujuh kategori risiko: kontak dengan orang asing, paparan konten berbahaya, eksploitasi anak sebagai konsumen, ancaman keamanan data, potensi adiksi, hingga gangguan fisiologis dan psikologis.
Menjelang diberlakukannya undang-undang pelarangan media sosial bagi anak di bawah 16 tahun di Australia, Fifi juga menyoroti pentingnya edukasi dan pengawasan digital terhadap anak. Ia menyinggung kasus peledakan di SMA 72 Jakarta yang melibatkan siswa, sebagai pengingat pentingnya pengawasan terhadap perilaku daring remaja.
Fifi memaparkan data BPS 2024 yang menunjukkan hampir 40% anak di bawah 6 tahun di Indonesia telah menggunakan gawai, dan sekitar 35–39% di antaranya sudah mengakses internet.
“PP TUNAS tidak membatasi anak, tetapi memastikan pengawasan yang sehat. PSE wajib menerapkan pembatasan usia, verifikasi akun, penyaringan konten berbahaya, mekanisme pelaporan yang mudah, serta fitur pengawasan orang tua,” jelasnya.
“Intinya, PP TUNAS menciptakan ekosistem digital yang aman dan beretika sesuai usia perkembangan anak.”
Seruan Global: Teknologi Harus Memberdayakan, Bukan Membahayakan
Dalam forum yang dihadiri pemimpin sektor digital dari berbagai negara itu, Fifi juga menyerukan kolaborasi nyata antara pemerintah dan platform global dalam menghadirkan verifikasi usia berbasis sistem, bukan hanya imbauan.
Indonesia saat ini memperkuat pengawasan terhadap konten berbahaya melalui Sistem Analisis dan Monitoring (SAMAN), yang digunakan untuk melacak dan menindak penyebaran konten berisiko lintas platform.
“Keselamatan anak tidak boleh menjadi renungan, melainkan prinsip dasar tata kelola digital,” tegas Fifi.
“Teknologi harus memberdayakan anak, bukan membahayakan mereka. Indonesia siap memimpin upaya global untuk memastikan ruang digital yang aman, tepercaya, dan berpusat pada masa depan generasi muda.(komdigi).
307 total, 307 kali dibaca hari ini
