
BANJARBARU— Selimut embun pagi hari menyelimuti puncak Pegunungan Meratus, menciptakan pemandangan bak negeri di atas awan. Di tengah keindahan alam yang memesona itu, sembilan peserta Pelatihan Jurnalistik dan Media Publikasi Kehumasan Diskominfops Kabupaten Barito Timur melaksanakan praktik lapangan penulisan berita di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam, Banjarbaru.
Masing-masing peserta ditugaskan untuk menulis berita dengan sudut pandang berbeda, menggambarkan keindahan dan dinamika kawasan wisata konservasi yang kini dikelola dengan konsep modern dan ramah lingkungan tersebut. Praktik ini menjadi ajang penerapan langsung materi pelatihan seputar teknik reportase, penulisan feature, dan fotografi jurnalistik.
Pantauan kontributor MMC Barito Timur pada Selasa (21/10) pagi, pemandangan dari puncak Tahura benar-benar menakjubkan. Dari ketinggian, hamparan awan putih tampak bergulung lembut, seolah bisa disentuh dengan tangan. Udara segar, pepohonan rimbun, dan penataan lingkungan yang bersih membuat suasana semakin menenangkan. Pengelola juga menyediakan tempat sampah serta menegakkan aturan ketat untuk tidak mengambil hasil hutan, menjaga kelestarian ekosistem Meratus.

Tahura Sultan Adam kini menjadi destinasi unggulan Kalimantan Selatan dengan berbagai fasilitas seperti glamping area, bobo cabin, camping ground, kafe bernuansa alam, amphitheater seni budaya, serta Villa Paralayang dan Café Forester yang baru saja dibuka. Perpaduan konsep alam dan modernitas menjadikannya magnet wisata baru bagi masyarakat lokal maupun wisatawan luar daerah.
Bagi sebagian orang, Tahura bukan hanya tempat wisata, tapi juga sumber penghidupan. Salah satunya Asani, atau akrab disapa Julak, warga Martapura yang telah setahun menjadi fotografer di kawasan ini.
“Saya sudah satu tahun jadi fotografer di sini. Hasilnya lumayan, bisa untuk menghidupi anak dan istri,” ujar Julak sambil tersenyum. Ia mematok harga Rp5.000 untuk setiap hasil jepretannya, bekerja sejak pukul 06.00 hingga 10.00 WITA setiap hari.
Menurut Julak, akhir pekan menjadi waktu paling sibuk. “Kalau Sabtu dan Minggu ramai sekali, bahkan jalan ke Tahura bisa macet. Hari biasa tetap ada pengunjung, tapi tidak seramai akhir pekan,” katanya.
Salah satu pengunjung asal Tamiang Layang, Limer, mengaku terpesona oleh keindahan panorama alam Tahura.
“Pemandangannya luar biasa. Tapi akan lebih menarik kalau ada kereta gantung seperti di Tiongkok, supaya pengunjung bisa menikmati pemandangan dari atas,” ujarnya memberi saran.
Melalui kegiatan praktik lapangan ini, para peserta pelatihan tidak hanya belajar menulis berita, tetapi juga merasakan langsung esensi jurnalisme lapangan—menangkap cerita dari alam, manusia, dan kehidupan. Di antara kabut yang bergulung dan sinar mentari yang menembus dedaunan, mereka belajar satu hal penting: bahwa setiap keindahan punya cerita, dan tugas jurnalislah menuliskannya dengan hati. (cak)

![]()
